Akhirnya Aku Merelakanmu
Ketika mencintaimu dulu pernah jadi jalan yang aku anggap adalah takdir yang harus aku lewati, nyatanya kehilanganmu yang sebenarnya jadi akhir untuk semua mimpi yang pernah kita bangun.
Bahwa manusia hidup dengan garis takdir semesta dan dengan siapa hatinya berlabuh, siapa yang akan tahu kecuali waktu yang akan menjawab bagian itu satu demi satu.
Tidak bisa jika jatuh mencintai jadi sesuatu yang bisa dipersalahkan, mungkin sebagai insan, dari masing-masing diri kita lah yang kurang bisa jadi sosok pribadi pantas atau mungkin hanya kurang pandai untuk tahu bagaimana caranya menghargai sebuah rasa cinta, kurang mengerti bagaimana seharusnya bersyukur ketika sebelum dia yang kita cintai dibawa pergi oleh semesta untuk kembali dijauhkan dari perjalanan cerita kita, ya.. agar kita dibuat lagi-lagi belajar, untuk semakin di dewasakan — menghargai arti dari sebuah rasa memiliki.
Ketika cinta yang pergi diambil dari pada perjalanan kehidupan, apa yang bisa di dapat setelahnya? Ketika pernah merasa meilikinya tentu akan merasa kehilangan, tapi berapa banyak yang pada akhirnya terlalu lelah untuk mencari perhentian karena perjalanan panjang mencintai yang tidak kunjung usai yang selalu berakhir di pertengahan jalan.
Aku terus mendoakan semua tentang cerita kita, bagaimana agar semuanya bisa disegerakan, agar semesta terus membuka sekian banyak pintu yang mungkin masih belum terbuka yang ada di depan mata kita waktu itu. Dengan ada di pelukanmu sudah terlalu cukup buatku untuk bisa berdiri dengan tegap menghadapi dunia tanpa membuat kakiku sedikit pun gentar dan kamu tentu pasti tahu aku menggantungkan kebahagiaan — kebanggaanku seutuhnya di pundakmu, tanpa pernah mau menyadari bahwa seharusnya sudah mampu jadi pribadi yang tetap bisa bahagia dengan atau tanpa adanya kamu di dalam perjalananku.
ADVERTISEMENT
Aku tidak pernah mengatakan padamu, bahwa aku seratus persen mencintaimu, karena mungkin takaran seratus persen di setiap hati manusia adalah hal yang sangat relatif. Yang bisa aku lakukan adalah mencintaimu dengan sepenuh hati yang aku punya, aku melakukannya tanpa harus banyak bicara, cukup kamu merasakan, bahwa waktu itu aku bersungguh-sungguh menitipkan hatiku untuk bisa kamu bawa, agar bisa kamu simpan dengan baik.
Tapi ketika semua usaha sepenuh hatiku yang mungkin terlalu tampak sederhana buatmu yang makin hari mungkin makin tampak pudar, aku tetap ada disana walau mungkin kamu merasa semakin jauh. Aku tetap disana walau kamu tidak merasa bahwa aku hadir disaat masa-masa terpuruk dalam hidupmu. Aku juga di sana melihatmu dengan senyuman saat kamu melewati hari-hari baik dalam hidupmu. Aku di sana, walau kamu tidak lagi merasa aku dekat seperti dulu.
Aku hanya wanita yang mencintaimu dengan sederhana, yang pernah menginginkanmu selamanya dalam perjalanan hidupku. Tapi ketika kamu memilih beranjak dari cerita kita, aku belajar melepaskan apa yang memang tidak pernah digariskan buatku, aku merelakan apa yang tidak bisa lagi ada bersamaku, dan ketika aku harus melepaskanmu, akan lebih baik untuk melakukannya sekarang, daripada pada akhirnya aku membuat setiap rajutan rasa ini semakin mengikat kuat dan sebelum aku merasa kehilanganmu semakin dalam nantinya.
Pergilah ketika aku bukan lagi bahagiamu — bukan lagi kebanggaanmu, pergilah bebas sejauh mungkin seperti yang kamu inginkan.