Beberapa hari yang lalu, di mana semua telah terbuka dan aku mulai mengungkapkan. Aku tanyakan apapun yang menurutku terkadang menjadi dasar tentang rencana kita. Kamu tau? Saat aku bicara di gelombang yang menyatukan suara kita di antara jarak yang tak bisa terukur oleh mata. Aku sadar bahwa yang terpenting bukan hanya tentang perasaan. Tapi tentang bagaimana menyatukan setiap sisi dari pandangan manapun.
Pernah aku tau bahwa orang tuamu tak menginginkan aku untuk terus menjadi seseorang yang berpengaruh di hidupmu. Lantas aku terdiam. Kiranya sakit itu pernah ada, pernah aku menyerah, pernah aku merasa jatuh karena semua itu. Tapi sadarkah kamu? Aku selalu mampu berdiri, mampu untuk menahan hingga sampai hari kemarin orang tua yang mungkin tak pernah sedikitpun kamu sakiti menerima dan lalu memaksa untuk segera aku menjadi bagian dari keluargamu.
ADVERTISEMENT
Apa alasan mereka? Entahlah, yang jelas kamu lihat sekarang. Apa yang aku perjuangkan telah dilihat oleh orang tuamu. Hingga tiba saatnya kita menentukan rencana. Aku tak pernah mau untuk sesegera mungkin melanjutkan untuk saling mengikat. Aku punya banyak alasan di mana ini yang sering aku sebut dasar. Pernah suatu ketika aku berpikir. Apa aku bisa untuk menjadi apa yang kamu butuhkan sedangkan aku pernah tak diterima keluargamu. Aku tau dimana perbedaan keluarga kita adalah luas. Adalah tinggi di mana keluargamu adalah apa yang selama ini keluargaku impikan selama ini. Namun aku tak pernah iri, aku lebih bangga akan keluargaku yang aku perjuangkan bahkan mengalahkan perasaanku atas kamu.
Hei, kamu… Ada banyak yang aku pikirkan semakin aku tau apa itu komitmen. Hal – hal kecil yang kadang tak terpikir justru apa yang aku pertimbangkan. Kamu tau bagaimana keluargaku mengajariku untuk berjuang, untuk lebih memikirkan keluarga bahkan hanya karena makan di luar. Sungguh, bukan aku tak pernah suka kamu pergi lalu bersenang – senang dengan teman-temanku. Tapi pernahkah kamu lihat bahkan kamu berpikir bagaimana aku makan, bagaimana aku bertahan hidup saat kamu larut dengan teman -temanmu. Apa yang kamu sebut berjuang hei lelakiku… Sedangkan kamu tak pernah menunjukan apa yang kamu perjuangkan dengan terus menerus. Apa kamu lebih memilih uangmu untuk menjaga agar perutmu terus terisi dengan teman – temanmu sedangkan apa yang kamu janjikan untuk masa depan kita tak juga terkumpul. Ahh sudahlah..
ADVERTISEMENT
Hei, kamu… Aku bahkan berpikir untuk pergi lalu menutup rapat bagaimana dan sampai mana kenangan bersamamu. Aku tau ini sangatlah mendasar. Tapi aku hidup dengan pengajaran – pengajaran untuk saling mengerti dengan semuanya. Aku hidup dari keluarga yang bahkan jika aku ingin makan enakpun harus mencapai sesuatu terlebih dahulu. Atau dengan sen demi sen yang aku kumpulkan untuk bisa membeli yang dengan gampang kamu minta ke orangtuamu.
ADVERTISEMENT
Hei, kamu… Aku percaya bahwa orang baik akan berjodoh dengan yang lebih baik. Aku, kita punya rencana yang tidak hanya sebentar kita putuskan. Apa yang kita rencanakan adalah apa yang bertahun – tahun ini kita cita-citakan. Tapi Tuhan di sana, punya rencana yang lebih mutlak atas rencana kita yang sekian lama. Pergilah kamu sayang, carilah kebaikan – kebaikan di luar sana. Perbaikilah dirimu dan akupun akan lebih memperbaiki diriku sendiri.
Bahkan saat keputusan Tuhan adalah mutlak yang mana kita adalah satu, maka apa yang kamu minta, apa yang kamu mau atas aku yaitu untuk menemani hidupmu seperti apa yang diminta oleh keluargamu dalam waktu sesegera mungkin, aku dan kamu telah menjadi lebih baik. Percayalah… Bukan karena aku mengulur waktu lalu menambah semua kesalahan kita. Tapi aku ingin kamu menjauh, memikirkan, belajar dan memperbaiki. Jika kamu memang benar – benar menginginkanku, maka akan datang kamu dengan kebaikan – kebaikan. Datang tanpa harus memberikan janji- janji. Tapi datang langsung dengan yakin, bahwa kamu meminta untuk tidak seperti yang pernah kita lakukan. Tapi memberi kepastian, kepastian dihadapanku, keluargaku, diri kamu sendiri, dan Tuhan di atas tentunya.