Depresi bukanlah isu yang seksi untuk dibahas, jauh sebelum sekelompok anak muda di media sosial khususnya Tumblr dan Twitter menjadikannya tren untuk mencari pengakuan dan validasi.
Sejak saat itu, banyak yang meromantisasi depresi sebagai sesuatu yang estetik dan edgy. Hal ini tak ubahnya seperti tren emo di awal tahun 2000-an. Semakin terlihat sedih akan semakin keren dan diakui, seolah depresi adalah ajang pembuktian diri.
–– ADVERTISEMENT ––

ADVERTISEMENT
Nih, depresi lo akutuuuuu~
Nggak cuma di negara ber-flowertren depresi ini rupanya sudah menjadi tren global yang semakin meroket seperti kenaikan angka depresi itu sendiri. Buktinya, belakangan ini banyak orang yang malah bangga melabeli diri sendiri dengan depresi hanya dengan berbekal diagnosis yang mereka baca dari mesin pencari.
Sebagai seseorang yang didiagnosis secara klinis mengidap gangguan depresi berat, saya senang dengan semakin banyaknya orang yang mulai sadar akan pentingnya kesehatan mental. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi kami untuk merasa diterima sekaligus menghapus stigma.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata meningkatnya kesadaran akan mental illness tersebut bagai dua mata pisau. Semakin terbuka mental illness didiskusikan, semakin banyak pula orang yang ‘mendadak depresi’ karena sekadar ikut-ikutan.
Kok perasaan aku sedih mulu sih, wah pasti aku depresi nih!!!

Banyak orang sembarangan mengaku depresi untuk mencari validasi, kami yang benar-benar mengalaminya justru sibuk mencari terapi

ngaku-ngaku depresi karena ikutan tren via me.me
Ekspresi romantisme mental illness yang berawal dari Tumblr membuat depresi dan gangguan mental lain digambarkan sebagai sesuatu yang artsy. Kesan sedih, suram dan muram dari depresi dikonstruksi sedemikian rupa sebagai sesuatu yang estetik sehingga membuatnya terlihat keren dan ‘nyeni’.
Dampaknya? Nggak heran kalau sekarang foto self-harm banyak bertebaran di lini masa. Seolah mempunyai gangguan mental khususnya depresi adalah suatu hal yang istimewa.
ADVERTISEMENT

Stop jadikan depresi sebagai alasan, itu bikin kami yang depresi sungguhan jadi sering disepelekan

Penggunaan istilah depresi yang asal-asalan merupakan tamparan bagi kami yang mengidap depresi sungguhan. Banyaknya orang yang menjadikan depresi sebagai alasan, entah karena manja, malas atau sekadar ingin selalu dimaklumi membuat depresi sulit dianggap serius oleh orang kebanyakan. Hanya karena mereka menjadikan depresi sebagai topeng untuk mencari perhatian, kami yang benar-benar depresi jadi sering turut disepelekan.
Jangan diagnosis diri sendiri cuma untuk keren-kerenan, cari bantuan profesional kalau kamu memang merasa butuh pertolongan
self diagnosis via ebpcooh.org.uk
Kalau kamu benar-benar merasa depresi, harusnya kamu mencari cara untuk menyembuhkan diri, bukannya malah nyaman bersembunyi di balik depresi yang kamu klaim sendiri.
Yang beneran depresi aja susah payah berusaha gimana caranya biar bisa sembuh, lha ini kok malah pengen (dianggap) depresi.
Akhir kata, jangan mengaku-ngaku depresi hanya karena ingin mengikuti arus. Karena kami yang depresi sungguhan juga berhak untuk dianggap serius.