Tulisan ini, hanya tentang bagaimana kita melakoni hidup yang sewajarnya. Tulisan ini, mungkin bisa menjadi salah satu acuan untuk menjadikan hidupmu lebih bermakna. Atau mungkin, kamu akan menganggap tulisan ini hanya omong kosong belaka. Tapi, ketahuilah teman, tulisan ini based on true story, yang nama lakon- lakon nya sebaiknya tidak disebutkan, kecuali aku sendiri.


ADVERTISEMENT

Cerita ini aku persembahkan, bagi kalian, yang masih mencari harapan untuk hidup dan mencari makna, apa itu mimpi. Yak, mari kita mulai saja ceritanya..

Namaku Hemas Nura, aku seorang dokter umum lulusan dari salah satu universitas negeri di Yogyakarta, yaitu Universitas Gadjah Mada. Umurku sekarang 26 tahun, dan yap, aku belum married.  Saat ini aku menjadi coach dan salah satu founder sekolah modeling di Yogyakarta yang bernama Aeera Models.  Terkadang menjadi speaker di acara-acara talkshow, dari materi health, beauty, fashion,etc.

ADVERTISEMENT


Aku seneng banget bikin konten di Instagram terutama di bidang fashion & health, dan juga mungkin tentang kehidupan. Aku main Instagram sejak tahun 2013, dan sehari mungkin bisa buka instagram doang sampe 6-8 jam sehari, dulu. Sampai aku menyadari, bahwa Instagram itu toxic. Beracun. Apalagi, ketika followersmu mulai naik (walaupun naiknya gak seberapa yah), dan banyak DM-DM masuk. Yang kadang memuji, tetapi sebagian juga mencibir.

“Kok, hidupmu kayaknya mulus terus ya” 
“Enak punya duit banyak, bisa masuk kedokteran”
Aku lahir di keluarga yang sangat sederhana. Dari SD sampai SMP, setiap pagi menu sarapanku hanya nasi dengan tahu. Berat badanku? Jangan ditanya, sudah pasti kurang dari IMT (Indeks Massa Tubuh). Tiap hari pulang pergi ke sekolah, dari SD sampai SMA kelas 2, naik angkot.  Uang jajan? Aku inget banget, pas SMA, uang jajan temenku yang lain udah 50ribu seminggu. Sementara aku? Hanya 20 ribu, itu aja kepotong biaya naik bus. Akhirnya kelas 2 SMA dapet motor dari orangtua, tapi itu pun cuma motor supra seken. Untungnya setelah itu, keuangan kami perlahan-lahan membaik.

Pas SMP, aku ini anak yang super culun. Aku nggak tau caranya mingle  dengan temen-temen sekelas aku. Sempet pernah dibully sampai dicekik dan merasakan kehilangan nafas, it’s a dark story, but I’ve moved on. Terpuruk? Pastilah. Apalagi ada saat-saat dimana aku ga berani cerita ke orang lain sama sekali. Akhirnya hanya buku dan perpustakaan yang menjadi temanku. Beruntungnya, aku bisa membungkam mereka semua saat hasil Ujian Nasionalku menjadi nomer satu se- Yogyakarta. Nilaiku saat itu 29.80 dari 30.00, hampir sempurna. Tenang, sampe sekarang juga aku ngerasanya masih kayak mimpi.

ADVERTISEMENT
Saat kelas 3 SMA, mau ujian masuk kedokteran, jujur disitu perjuangan juga berat banget. Apalagi targetnya salah satu universitas negeri terbaik. Tahun 2010, ujiannya masih ada PBS, UM UGM, SIMAK UI, SNMPTN, dan jalur khusus IUP UGM.  Aku gagal di PBS dan UM UGM. Tapi sama kayak aku pas SMP kelas akhir, aku belajar mati-matian.

Mungkin dari 24 jam yang ada, 16 jam lebih aku habiskan dengan fokus belajar. Tanpa pegang HP, untung zaman dulu cuma ada SMS. Dan lagi-lagi, aku membuktikan bahwa perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil lhoh, aku diterima di Fakultas Kedokteran Gigi UI dan Fakultas Kedokteran UGM, jurusan yang berbeda. Karena aku saat itu pengennya masuk kedokteran umum, maka aku ambil UGM.

Anyway, mungkin orang melihat hanya dari status dan apa yang tampak dari luar, tapi tidak melihat perjuangannya. Perjuangan yang sungguh teramat berat. Oke, mungkin agak hiperbola, Tapi, aku memang jarang menceritakan kisah hidupku ke orang-orang, karena sebagian besar tidak percaya. Jadi, selama ini aku memilih untuk diam. Well, tapi aku rasa setelah bertahun-tahun aku lalui. Aku sekarang merasa siap untuk menceritakan hal-hal tersebut kepada kalian.

Pasti ada saat dimana kata-kata orang tersebut menyakiti hati, tapi janganlah kita jadi membenci diri kita sendiri. Kita berhak kok untuk bahagia dan tersenyum saat mereka mencibir, menghina kita. Kita pantas kok untuk tetap berkarya meski mereka selalu memandang kita sebelah mata. Aku tau, tidak membenci mereka yang mem-bullymu itu suatu hal yang tidak mungkin, aku juga dulu sangat sangat membenci mereka, tapi jangan sampe hal-hal yang mereka lakukan membuatmu jadi membenci dirimu sendiri.

Hidup itu terasa sempurna, hanya apabila kita merasa bersyukur. Sekarang bukan bagaimana kita merutuki nasib, tapi bagaimana kita mengubah apapun hal yang membuat kita sedih dan marah, menjadi energi baru untuk menjadi diri kita yang lebih baik lagi. What doesn’t kill you makes you stronger, right?

Kalau aku bisa kembali ke 15 tahun yang lalu aku akan berkata ke diriku sendiri, “Hey, kamu pasti bisa melewati semua ini, karena pada akhirnya kamu tidak pernah sendiri. Terimakasih, karena sudah bertahan. Mungkin setelah ini akan banyak cobaan-cobaan dan kegalauan-kegalauan yang lain, tapi di saat itu, kamu setidaknya sudah berjuang.”

Buat kalian yang sedang mengalami hal yang mirip dengan aku, semoga tulisan ini dapat menguatkan hati kita semua.

Terimakasih sudah mampir membaca.